Kamis, 19 Mei 2011

CINDERELLA


Di sebuah kerajaan, ada seorang anak perempuan yang cantik dan baik hati. Ia tinggal bersama ibu dan kedua kakak tirinya, karena orangtuanya sudah meninggal dunia. Di rumah tersebut ia selalu disuruh mengerjakan seluruh perkerjaan rumah. Ia selalu dibentak dan hanya diberi makan satu kali sehari oleh ibu tirinya. Kakak-kakaknya yang jahat memanggilnya "Cinderela". Cinderela artinya gadis yang kotor dan penuh dengan debu. "Nama yang cocok buatmu !" kata mereka.

Setelah beberapa lama, pada suatu hari datang pengawal kerajaan yang menyebarkan surat undangan pesta dari Istana. "Asyik… kita akan pergi dan berdandan secantik-cantiknya. Kalau aku jadi putri raja, ibu pasti akan gembira", kata mereka. Hari yang dinanti tiba, kedua kakak tiri Cinderela mulai berdandan dengan gembira. Cinderela sangat sedih sebab ia tidak diperbolehkan ikut oleh kedua kakaknya ke pesta di Istana. "Baju pun kau tak punya, apa mau pergi ke pesta dengan baju sepert itu?", kata kakak Cinderela.

Setelah semua berangkat ke pesta, Cinderela kembali ke kamarnya. Ia menangis sekeras-kerasnya karena hatinya sangat kesal. "Aku tidak bisa pergi ke istana dengan baju kotor seperti ini, tapi aku ingin pergi.." Tidak berapa lama terdengar sebuah suara. "Cinderela, berhentilah menangis." Ketika Cinderela berbalik, ia melihat seorang peri. Peri tersenyum dengan ramah. "Cinderela bawalah empat ekor tikus dan dua ekor kadal." Setelah semuanya dikumpulkan Cinderela, peri membawa tikus dan kadal tersebut ke kebun labu di halaman belakang. "Sim salabim!" sambil menebar sihirnya, terjadilah suatu keajaiban. Tikus-tikus berubah menjadi empat ekor kuda, serta kadal-kadal berubah menjadi dua orang sais. Yang terakhir, Cinderela berubah menjadi Putri yang cantik, dengan memakai gaun yang sangat indah.

Karena gembiranya, Cinderela mulai menari berputar-putar dengan sepatu kacanya seperti kupu-kupu. Peri berkata,"Cinderela, pengaruh sihir ini akan lenyap setelah lonceng pukul dua belas malam berhenti. Karena itu, pulanglah sebelum lewat tengah malam. "Ya Nek. Terimakasih," jawab Cinderela. Kereta kuda emas segera berangkat membawa Cinderela menuju istana. Setelah tiba di istana, ia langsung masuk ke aula istana. Begitu masuk, pandangan semua yang hadir tertuju pada Cinderela. Mereka sangat kagum dengan kecantikan Cinderela. "Cantiknya putrid itu! Putri dari negara mana ya ?" Tanya mereka. Akhirnya sang Pangeran datang menghampiri Cinderela. "Putri yang cantik, maukah Anda menari dengan saya ?" katanya. "Ya…," kata Cinderela sambil mengulurkan tangannya sambil tersenyum. Mereka menari berdua dalam irama yang pelan. Ibu dan kedua kakak Cinderela yang berada di situ tidak menyangka kalau putrid yang cantik itu adalah Cinderela.

Pangeran terus berdansa dengan Cinderela. "Orang seperti andalah yang saya idamkan selama ini," kata sang Pangeran. Karena bahagianya, Cinderela lupa akan waktu. Jam mulai berdentang 12 kali. "Maaf Pangeran saya harus segera pulang..,". Cinderela menarik tangannya dari genggaman pangeran dan segera berlari ke luar Istana. Di tengah jalan, sepatunya terlepas sebelah, tapi Cinderela tidak memperdulikannya, ia terus berlari. Pangeran mengejar Cinderela, tetapi ia kehilangan jejak Cinderela. Di tengah anak tangga, ada sebuah sepatu kaca kepunyaan Cinderela. Pangeran mengambil sepatu itu. "Aku akan mencarimu," katanya bertekad dalam hati. Meskipun Cinderela kembali menjadi gadis yang penuh debu, ia amat bahagia karena bisa pergi pesta.
Esok harinya, para pengawal yang dikirim Pangeran datang ke rumah-rumah yang ada anak gadisnya di seluruh pelosok negeri untuk mencocokkan sepatu kaca dengan kaki mereka, tetapi tidak ada yang cocok. Sampai akhirnya para pengawal tiba di rumah Cinderela. "Kami mencari gadis yang kakinya cocok dengan sepatu kaca ini," kata para pengawal. Kedua kakak Cinderela mencoba sepatu tersebut, tapi kaki mereka terlalu besar. Mereka tetap memaksa kakinya dimasukkan ke sepatu kaca sampai lecet. Pada saat itu, pengawal melihat Cinderela. "Hai kamu, cobalah sepatu ini," katanya. Ibu tiri Cinderela menjadi marah," tidak akan cocok dengan anak ini!". Kemudian Cinderela menjulurkan kakinya. Ternyata sepatu tersebut sangat cocok. "Ah! Andalah Putri itu," seru pengawal gembira. "Cinderela, selamat..," Cinderela menoleh ke belakang, peri sudah berdiri di belakangnya. "Mulai sekarang hiduplah berbahagia dengan Pangeran. Sim salabim!.," katanya.

Begitu peri membaca mantranya, Cinderela berubah menjadi seorang Putri yang memakai gaun pengantin. "Pengaruh sihir ini tidak akan hilang walau jam berdentang dua belas kali", kata sang peri. Cinderela diantar oleh tikus-tikus dan burung yang selama ini menjadi temannya. Sesampainya di Istana, Pangeran menyambutnya sambil tersenyum bahagia. Akhirnya Cinderela menikah dengan Pangeran dan hidup berbahagia.

GADIS PENJUAL KOREK API


Di malam natal, orang-orang berjalan dengan wajah yang gembira memenuhi jalan di kota. Di jalan itu ada seorang gadis kecil mengenakan pakaian compang-camping sedang menjual korek api. "Mau beli korek api?" "Ibu, belilah korek api ini." "Aku tidak butuh korek api, sebab di rumah ada banyak." Tidak ada seorang pun yang membeli korek api dari gadis itu.
Tetapi, kalau ia pulang tanpa membawa uang hasil penjualan korek api, akan dipukuli oleh ayahnya. Ketika akan menyeberangi 'alan. Grek! Grek! Tiba-tiba sebuah kereta kuda berlari dengan kencangnya. "Hyaaa! Awaaaaas!" Gadis itu melompat karena terkejut. Pada saat itu sepatu yang dipakainya terlepas dan terlempar entah ke mana. Sedangkan sepatu sebelahnya jatuh di seberang jalan. Ketika gadis itu bermaksud pergi untuk memungutnya, seorang anak lakilaki memungut sepatu itu lalu melarikan diri. "Wah, aku menemukan barang yang bagus."
Akhirnya gadis itu bertelanjang kaki. Di sekitarnya, korek api jatuh berserakan. Sudah tidak bisa dijual lagi. Kalau pulang ke rumah begini saja, ia tidak dapat membayangkan bagaimana hukuman yang akan diterima dari ayahnya. Apa boleh buat, gadis itu membawa korek api yang tersisa, lalu berjalan dengan sangat lelahnya. Terlihatlah sinar yang terang dari jendela sebuah rumah. Ketika gadis itu pergi mendekatinya, terdengar suara tawa gembira dari dalam rumah.
Di rumah, yang dihangatkan oleh api perapian, dan penghuninya terlihat sedang menikmati hidangan natal yang lezat. Gadis itu meneteskan air mata. "Ketika ibu masih hidup, di rumahku juga merayakan natal seperti ini." Dari jendela terlihat pohon natal berkelipkelip dan anak-anak yang gembira menerima banyak hadiah. Akhirnya cahaya di sekitar jendela hilang, dan di sekelilingnya menjadi sunyi.
Salju yang dingin terus turun. Sambil menggigil kedinginan, gadis itu duduk tertimpa curahan salju. Perut terasa lapar dan sudah tidak bisa bergerak. Gadis yang kedinginan itu, menghembus-hembuskan nafasnya ke tangan. Tetapi, sedikit pun tak menghangatkannya. "Kalau aku menyalakan korek api ini, mungkin akan sedikit terasa hangat." Kemudian gadis itu menyalakan sebatang korek api dengan menggoreskannya di dinding.
Crrrs Lalu dari dalam nyala api muncul sebuah penghangat. "Oh, hangatnya." Gadis itu mengangkat tangannya ke arah tungku pemanas. Pada saat api itu padaamtungku pemanaspun menghilang. Gadis itu menyalakan batang korek api yang kedua. Kali ini dari dalam nyala api muncul aneka macam hidangan.
Di depan matanya, berdiri sebuah meja yang penuh dengan makanan hangat. "Wow! Kelihatannya enak." Kemudian seekor angsa panggang melayang menghampirinya. Tetapi, ketika ia berusaha menjangkau, apinya padam dan hidangan itu menghilang. Gadis itu segera mengambil korek apinya, lalu menyalakannya lagi. Crrrs!
Tiba-tiba gadis itu sudah berada di bawah sebuah pohon natal yang besar. "Wow! Lebih indah daripada pohon natal yang terlihat dari jendela tadi." Pada pohon natal itu terdapat banyak lilin yang bersinar. "Wah! Indah sekali!" Gadis itu tanpa sadar menjulurkan tangannya lalu korek api bergoyang tertiup angin. Tetapi, cahaya lilin itu naik ke langit dan semakin redup. Lalu berubah menjadi bintang yang sangat banyak.
Salah satu bintang itu dengan cepat menjadi bintang beralih. "Wah, malam ini ada seseorang yang mati dan pergi ke tempat Tuhan,ya... Waktu Nenek masih hidup, aku diberitahu olehnya." Sambil menatap ke arah langit, gadis itu teringat kepada Neneknya yang baik hati. Kemudian gadis itu menyalakan sebatang lilin la i. Lalu di dalam cahaya api muncul wujud Nenek yang dirindukannya. Sambil tersenyum, Nenek menjulurkan tangannya ke arah gadis itu.
"Nenek!" Serasa mimpi gadis itu melo ' mpat ke dalam pelukan Nenek. "Oh, Nenek, sudah lama aku ingin bertemu' " Gadis itu menceritakan peristiwa yang dialaminya, di dalam pelukan Nenek yang disayanginya. "Kenapa Nenek pergi meninggalkanku seorang diri? Jangan pergi lagi. Bawalah aku pergi ke tempat Nenek." Pada saat itu korek api yang dibakar anak itu padam. "Ah, kalau apinya mati, Nenek pun akan pergi juga. Seperti tungku pemanas dan makanan tadi..."
Gadis itu segera mengumpulkan korek api yang tersisa, lalu menggosokkan semuanya. Gulungan korek api itu terbakar, dan menyinari sekitarnya seperti siang harl. Nenek memeluk gadis itu dengan erat. Dengan diselimuti cahaya, nenek dan gadis itu pergi naik ke langit dengan perlahanlahan. "Nenek, kita mau pergi ke mana?" "Ke tempat Tuhan berada."
Keduanya semakin lama semakin tinggi ke arah langit. Nenek berkata dengan lembut kepada gadis itu, "Kalau sampai di surga, Ibumu yang menunggu dan menyiapkan makanan yang enak untuk kita." Gadis itu tertawa senang. Pagi harinya. Orang-orang yang lewat di jalan menemukan gadis penjual korek api tertelungkup di dalam salju. "Gawat! Gadis kecil ini jatuh pingsan di tempat seperti ini." "Cepat panggil dokter!"
Orang-orang yang berkumpul di sekitarnya semuanya menyesalkan kematian gadis itu. Ibu yang menolak membeli korek api pada malam kemarin menangis dengan keras dan berkata, "Kasihan kamu, Nak. Kalau tidak ada tempat untuk pulang, sebaiknya kumasukkan ke dalam rumah." Orang-orang kota mengadakan upacara pemakaman gadis itu di gereja, dan berdoa kepada Tuhan agar mereka berbuat ramah meskipun pada orang miskin.

GONBE DAN 100 ITIK


Di sebuah desa, tinggal seorang ayah dengan anak laki-lakinya yang bernama Gonbe. Mereka hidup dari berburu itik. Setiap berburu, ayah Gonbe hanya menembak satu ekor itik saja. Melihat hal tersebut Gonbe bertanya pada ayahnya," Kenapa kita hanya menembak satu ekor saja Yah?", "Karena kalau kita membunuh semua itik, nanti itik tersebut akan habis dan tidak bisa berkembang biak, selain itu kalau kita membunuh itik sembarangan kita bisa mendapat hukuman.

Beberapa bulan kemudian, ayah Gonbe jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia. Sejak saat itu, Gonbe berburu itik sendirian dan menjualnya. Lama kelamaan, Gonbe bosan dengan pekerjaannya, ia mendapatkan sebuah ide. Keesokan hariya, Gonbe datang ke danau yang sudah menjadi es. Ia menebarkan makanan yang sangat banyak untuk itik-itik. Tak berapa lama, itik-itik mulai berdatangan dan memakan makanan yang tersebar. Karena kekenyangan, mereka tertidur di atas. Gonbe segera mengikat itik-itik menjadi satu. Ia mengikat 100 itik sekaligus. Ketika itik ke seratus akan di ikatnya, tiba-tiba itik-itik tersebut terbangun dan segera terbang. Gonbe yang takut kehilangan tangkapannya, segera memegang tali yang diikatkannya ke itik tersebut. Karena banyaknya itik yang diikat, Gonbe terangkat dan terbawa ke atas. Gonbe terus terbang terbawa melewati awan. Di awan tersebut Ayah dan anak halilintar sedang tidur dengan nyenyak. "Dugg!", kaki Gonbe tersandung badan ayah halilintar. Ayah halilintar terbangun sambil marah-marah, ia segera mengeluarkan halilintarnya yang kemudian menyambar tali-tali yang mengikat itik-itik itu.

Gonbe jatuh ke dalam laut! Ia jatuh tepat di atas kepala Naga laut yang berada di Kerajaannya. Naga laut menjadi marah dan mulai memutar-mutar ekornya, lalu memukulkannya ke Gonbe. Gonbe terbang lagi dari dalam laut. Akhirnya Gonbe jatuh ke tanah dengan kecepatan tinggi. Akhirnya Gonbe jatuh ke atap jerami rumah seorang pembuat payung. "Kamu tidak apa-apa?", Tanya si pembuat payung sambil menolong Gonbe. "Maaf atap anda jadi rusak. Berilah pekerjaan pada saya untuk mengganti kerugian anda". "Kebetulan, aku memang sedang kekurangan tenaga pembantu", kata pembuat payung.

Sejak itu Gonbe menjadi rajin membuat payung. Suatu hari, ketika sedang mengeringkan payung di halaman, datang angin yang sangat kencang. Karena takut payungnya terbang, Gonbe segera menangkap payung tersebut. Tetapi payung tersebut terus naik ke atas bersama Gonbe. Dengan tangan gemetaran Gonbe terus memegang payung sambil terus terbang dengan payungnya hingga melewati beberapa kota. Payung tersebut akhirnya robek karena tersangkut menara dan pohon-pohon. Gonbe pun jatuh. Untungnya ia jatuh tepat di sebuah danau. Gonbe merasa lega. Tidak berapa lama tiba-tiba kepala Gonbe di patuk oleh sekawanan hewan. "Lho ini kan itik-itik yang aku ikat dengan tali. Ternyata benar ya, kita tidak boleh serakah menangkap sekaligus banyak." Akhirnya Gonbe melepaskan tali-tali yang mengikat kaki-kaki itik tersebut dan membiarkan mereka terbang dengan bebas.

Pesan Moral : Kita tidak boleh menjadi orang yang tamak dan serakah serta kikir. Cerita di atas menggambarkan adanya hukuman bagi orang yang tamak serta melanggar ketentuan yang sudah ada.












PETUALANGAN SINBAD


Dahulu, di daerah Baghdad, timur tengah, ada seorang pemuda bernama Sinbad yang kerjanya memanggul barang-barang yang berat dengan upah yang sedikit, sehingga hidupnya tergolong miskin. Suatu hari, Sinbad beristirahat di depan pintu rumah saudagar kaya karena sangat lelah dan kepanasan. Sambil istirahat, ia menyanyikan lagu. "Namaku Sinbad, hidupku sangat malang, berapapun aku bekerja dengan memanggul beban di punggung tetaplah penderitaan yang kurasakan." Tak berapa lama muncul pelayan rumah itu, menyuruh Sinbad masuk karena dipanggil tuannya.
"Apakah namamu Sinbad ?", "Benar Tuan". "Namaku juga Sinbad", kata sang saudagar. Ia pun mulai bercerita, "Dulu aku seorang pelaut. Ketika mendengar nyanyianmu, aku sangat sedih karena kau berpikir hanya kamu sendiri yang bernasib buruk, dulu nasibku juga buruk, orangtua ku meninggalkan banyak warisan, tetapi aku hanya bermain dan menghabiskan harta saja. Setelah jatuh miskin aku bertekad menjadi seorang pelaut. Aku menjual rumah dan semua perabotannya untuk membeli kapal dan seisinya. Karena sudah lama tidak menemui daratan, ketika ada daratan yang terlihat kami segera merapatkan kapal. Para awak kapal segera mempersiapkan makan siang. Mereka membakar daging dan ikan. Tiba-tiba , permukaan tanah bergoyang. Pulau itu bergerak ke atas, para pelaut berjatuhan ke laut. Begitu jatuh ke laut, aku sempat melihat ke pulau itu, ternyata pulau tersebut, berada di atas badan ikan paus. Karena ikan paus itu sudah lama tak bergerak, tubuhnya ditumbuhi pohon dan rumput, mirip seperti pulau. Mungkin karena panas dari api unggun, ia mulai bergerak liar.
Mereka yang terjatuh ke laut di libas ekor ikan paus sehingga tenggelam. Aku berusaha menyelamatkan diri dengan memeluk sebuah gentong, hingga aku pun terapung-apung di laut. Beberapa hari kemudian, aku berhasil sampai ke daratan. Aku haus, disana ada pohon kelapa. Kemudian aku memanjatnya dan mengambil buah dan meminum airnya. Tiba-tiba aku melihat ada sebutir telur yang sangat besar. Ketika turun, dan mendekati telur itu, tiba-tiba dari arah langit, terdengar suara yang menakutkan disertai suara kepakan saya yang mengerikan. Ternyata, seekor burung naga yang amat besar.
Setelah sampai disarangnya, burung naga itu tertidur sambil mengerami telurnya. Sinbad menyelinap dikaki burung itu, dan mengikat erat badannya di kaki burung naga dengan kainnya. "Kalau ia bangun, pasti ia langsung terbang dan pergi ke tempat di mana manusia tinggal." Benar, esoknya burung naga terbang mencari makanan. Ia terbang melewati pegunungan dan akhirnya tampak sebuah daratan. Burung naga turun di sebuah tempat yang dalam di ujung jurang. Sinbad segera melepas ikatan kainnya di kaki burung dan bersembunyi di balik batu. Sekarang Sinbad berada di dasar jurang. Sinbad tertegun, melihat disekelilingnya banyak berlian.
Pada saat itu, "Bruk" ada sesuatu yang jatuh. Ternyata gundukan daging yang besar. Di gundukan daging itu menempel banyak berlian yang bersinar-sinar. Untuk mengambil berlian, manusia sengaja menjatuhkan daging ke jurang yang nantinya akan diambil oleh burung naga dengan berlian yang sudah menempel didaging itu. Sinbad mempunyai ide. Ia segera mengikatkan dirinya ke gundukan daging. Tak berapa lama burung naga datang dan mengambil gundukan daging, lalu terbang dari dasar jurang. Tiba-tiba, "Klang! Klang! Terdengar suara gong dan suling yang bergema. Burung naga yang terkejut menjatuhkan gundukan daging dan cepat-cepat terbang tinggi. Orang-orang yang datang untuk mengambil berlian, terkejut ketika melihat Sinbad.
Sinbad menceritakan semua kejadian yang dialaminya. Kemudian orang-orang pengambil berlian mengantarkan Sinbad ke pelabuhan untuk kembali ke negaranya. Sinbad menjual berlian yang didapatnya dan membeli sebuah kapal yang besar dengan awak kapal yang banyak. Ia berangkat berlayar sambil melakukan perdagangan. Suatu hari, kapal Sinbad dirampok oleh para perompak. Kemudian Sinbad dijadikan budak yang akhirnya dijual kepada seorang pemburu gajah. "Apakah kau bisa memanah?" Tanya pemburu gajah. Sang pemburu memberi Sinbad busur dan anak panah dan diajaknya ke padang rumput luas. "Ini adalah jalan gajah. Naiklah ke atas pohon, tunggu mereka datang lalu bunuh gajah itu". "Baik tuan," jawab Sinbad ketakutan.
Esok pagi, datang gerombolan gajah. Saat itu pemimpin gajah melihat Sinbad dan langsung menyerang pohon yang dinaiki Sinbad. Sinbad jatuh tepat di depan gajah. Gajah itu kemudian menggulung Sinbad dengan belalainya yang panjang. Sinbad mengira ia pasti akan dibunuh atau di banting ke tanah. Ternyata, gajah itu membawa Sinbad dengan kelompok mereka ke sebuah gunung batu. Akhirnya terlihat sebuah air terjun besar. Dengan membawa Sinbad, gajah itu masuk ke dalam air terjun menuju ke sebuah gua. "Ku..kuburan gajah!" Sinbad terperanjat. Di gua yang luas bertumpuk tulang dan gading gajah. Pemimpin gajah berkata,"kalau kau ingin gading ambillah seperlunya. Sebagai gantinya, berhentilah membunuh kami." Sinbad berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya. Ia pulang dengan memanggul gading gajah dan menyerahkan ke tuannya dengan syarat tuannya tidak akan membunuh gajah lagi. Tuannya berjanji dan kemudian memberikan Sinbad uang.
"Sampai disini dulu ceritaku", ujar Sinbad yang sudah menjadi saudagar kaya. "Aku bisa menjadi orang kaya, karena kerja keras dengan uang itu. Jangan putus asa, sampai kapanpun, apalagi jika kita masih muda," lanjut sang saudagar.